“Selamat hari raya. Mohon maaf lahir dan batin”.
Seharian kemarin saya menerima banyak sekali notifikasi selamat hari raya dari keluarga, sahabat dan teman-teman dari sosial media. Meski lebaran tahun ini sangat berbeda karena mudik dan silaturahmi untuk sementara dihindari karena pandemi, kami masih bisa bersilaturahmi secara online. Di story whatsapp, banyak orang mengunggah foto video conference mereka dengan keluarga beserta caption “kota A - kota B - kota C”.
Momen lebaran memang menjadi tradisi setahun sekali untuk saling bersilaturahmi dan saling memaafkan. Dalam kondisi normal, hal pertama yang dilakukan pada hari raya adalah sungkeman kepada kedua orang tua, memohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan baik yang disengaja maupun tidak. Orang tua memberikan maaf, lalu gantian meminta maaf jika selama setahun kebelakang berbuat salah kepada anak-anaknya. Tak jarang, momen sakral ini membuat mata jadi berkaca-kaca dan mengalirkan air mata bahagia karena masing-masing larut dalam suasana haru. Prosesi berlanjut dengan meminta maaf kepada anggota keluarga yang lain, lalu ditutup manis dengan bersama-sama menyantap hidangan khas lebaran berupa ketupat, opor ayam, sambal goreng ati kentang, dan ngemil biskuit legendaris Khong Guan. Lalu seharian acara maaf maafan berlanjut ke saudara jauh, teman, dan tetangga. Bahkan tak jarang bermaaf-maafan dengan orang ading, orang yang baru pertama kalinya kita jumpai, karena fikenalkan oleh teman atau keluarga jauh.
Minta maaf dan memaafkan orang tua, keluarga, sahabat, dan tetangga sudah dilakukan semua. Tapi itu semua belum cukup jika kita belum saling bermaafan terhadap diri sendiri. Ya, diri kita sendiri. Sadar atau tidak, salah terhadap diri sendiri sebetulnya lebih banyak dan menumpuk ketimbang salah kita terhadap orang lain.
Memang terdengar tidak masuk akal tapi bagi saya ini adalah big deal. Nyatanya banyak orang yang depresi karena sulit mengampuni diri sendiri. Banyak orang tak bisa hidup damai karena terlalu memaksakan diri. Menganggap dirinya tidak berharga dan tak pantas diampuni. Seorang psikiater bahkan mengatakan bahwa jika ada obat penghilang perasaan bersalah, sebagian besar penyakit kejiwaan akan dapat diselesaikan. (Dari buku Seeds of Inspiration)
Bagi sebagian orang, mengampuni diri sendiri sangatlah susah dilakukan. Namun, bukan berarti mustahil dilakukan. Mumpung momennya lebaran dan ada tradisi saling memaafkan, cobalah untuk berdamai dengan diri sendiri. Ingatlah bahwa kita semua adalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa. Walaupun di masa lalu anda dengan sengaja atau tidak telah melakukan sesuatu yang menyakiti atau mergikan orang lain, sadarilah bahwa Tuhan juga memberikan orang itu kesempatan untuk memilih sikapnya dan bergantung kepada Tuhannya. Apa yang telah anda lakukan, bukanlah penentu hidupnya, tetapi bagaimana sikapnya menghadapi hal itu bersama Tuhan, itulah yang terpenting.
Tuhan maha pengampun. Anda tidak perlu bersikeras berpikir bahwa anda masih bersalah dan tak pantas diampuni. Jangan meremehkan dan mengecilkan peran Tuhan dalam memberi karunia dan kemurahan untuk mengampuni dosa-dosa anda. Sebesar apapun dosa anda, Tuhan akan selalu mengampuninya.
Jadi, sudahkah anda saling memaafkan dengan diri sendiri?
“Forgiveness is the greatest give you can give to yourself”. (Maya Angelou)
0 komentar