Habis ngomongin masakan Korea yang serem, saya juga jadi pingin cerita juga mengenai masakan Jepang yang dulunya gak kalah serem buat saya. Saya sendiri sebetulnya tidak begitu expert dengan masakan negeri sakura ini, secara saya bisa makan masakan Jepang juga dari traktiran. You know lah, harga Japanese food itu kan bisa bikin hotelier ndeso seperti saya ini jatuh miskin. Pertama kali mencoba masakan Jepang baru sekitar tiga tahun lalu, itupun ‘berani’nya hanya yakiniku (panggangan ala Jepang) di resto all you can eat di salah satu mal besar di Surabaya. Saya masih ingat betul, saat itu kami dapat bonus chawan mushi. Karena teksturnya yang halus banget seperti pudding dan dihias sedemikian cantik, mulanya saya kira itu pudding caramel. Eh, pas saya makan ternyata baunya amis banget! Bau telur! Yep, chawan mushi itu ternyata pudding telur! Dan saya sukses muntah karena bau telurnya yang tajam. Sementara teman saya dengan santainya menawarkan diri ‘nyikat’ chawan mushi sisa saya. Ough!
Tahun berikutnya, saat saya kuliah perhotelan dan mendapatkan materi mengenai Japanese cuisine, mulailah saya mengenal sedikit demi sedikit mengenai ingredients masakan Jepang. Sayapun lalu belajar banyak mengenai cara memotong, memasak dan membentuk, karena makanan Jepang kan bentuknya cantik-cantik. Saya juga baru tahu kalau ternyata membuat chawan mushi itu tidak segampang memuntahkannya. Permukaannya yang lembut itu ternyata susah sekali membuatnya. Chawan mushi yang bagus, teksturnya lembut dan rata. Api yang digunakan tidak boleh terlalu besar, karena akan mengakibatkan banyak uap air menetes di permukaan chawan mushi. Api juga tidak boleh terlalu kecil karena hasilnya akan terlalu juicy. Saya juga jadi ingat saat akhir semester diadakan ujian praktek, jatuhlah undian chawan mushi ke tangan saya. Saya sempat bela-belain latihan berulang kali karena materi chawan mushi ini yang paling saya wanti-wanti. Eh, ternyata masih gagal juga. Padahal ujian tulis saya dapat 100 loooohhh… Sepertinya saya mendapat kutukan dari si chawan mushi. Hiks hiks hiks…
*)Penampakan cantik si chawan mushi
Tahun berikutnya (lagi-lagi) saya ditraktir seorang teman ekspat Jepang saya di resto sushi terkenal di Surabaya. Karena belum begitu familiar dengan sushi, saya ‘hanya’ diorderkan California roll. Teman saya lalu bertaruh, kalau saya tidak doyan dengan rekomendasiannya, saya akan ditraktir dimsum kesukaan saya sepuasnya! Ditantang begitu, siapa takut? Eh, ternyata di luar dugaan saya, California roll itu ternyata enaaaaakkkk….!!! Isinya yang bermacam-macam digulung dengan nasi Jepang yang bear-benar sticky, dilumuri dengan telur ikan tobiko yang terasa 'klethus-klethus' di setiap gigitannya. Nyummy!!!Sejak saat itu, setiap kali teman saya ngajak makan di resto Jepang, California roll tidak pernah absen saya order. Dimsum mah, lewaaaaatttt…!!!
*)California Roll
Saya juga baru sadar ternyata sushi di Indonesia itu fancy abis. Taunya pas suatu hari saya makan siang dengan seorang klien Jepang, saya yang saat itu masih in love dengan California roll, langsung saja pesan sushi favorit saya tersebut. Eh, saya malah diketawai. Beliau bilang, kalau di Jepang, sushi kebanyakan isinya lebih minimalis, dan bukan bermacam macam dan berwarna warni seperti yang saya pesan. Beliau lalu memesan nigiri sushi dimana toppingnya berupa salmon segar (yang saat itu bagi saya masih iiiiiiihhhhh karena ikan itu benar-benar masih mentah!).
*)Kanan: Nigiri sushi
Januari lalu, saat saya liburan bersama ayah saya ke Bangkok, saya sempat diajak ke Sushi bar terkenal di dekat Thaniya plaza. Sushi Tsukiji, kalau tak salah namanya. Saya, yang masih tergila-gila dengan California roll, dengan girangnya order. Eng ing eng! Yang datang adalah satu plate dengan 5 roll besar dengan lumuran telur ikan tobiko berwarna oranye ngejreng yang tebal saking banyaknya. Mmmmm… benar-benar sushi paling enak yang pernah saya makan! Ayah saya ternyata juga order chawan mushi dan miso shiru (clear soup) yang bagi saya benar-benar enak. Seumur-umur saya tidak doyan chawan mushi dan tidak suka miso shiru, tapi kali ini memang berbeda. Chawan mushinya tidak ada bau telur sama sekali, dan miso shirunya sedikit gurih dengan komposisi miso (pasta yang terbuat dari fermentasi kedelai) yang benar-benar pas! Nyummy!
*)California roll paling enak sejagad!
Puncaknya, datanglah satu set sashimi yang benar-benar baru bagi saya. Ayah saya bilang itu hi recommended dan beliau setengah memaksa saya untuk coba. Sayapun lalu memberanikan diri. Pertama saya ambil yang salmon, saya celup ke shoyu (kecap asin Jepang) banyak-banyak, lalu saya makan. Rasanya aneh karena rasa shoyu sangat mendominasi. Berikutnya saya coba tuna dan mackerel, kali ini tanpa shoyu. Eh, ternyata enak. Maksud saya, enaaaaakkk banget!!! Sayapun lalu keterusan dan endingnya saya habiskan satu set tanpa shoyu sama sekali. Ayah saya sampai kaget. Lebih kaget lagi waktu mendengar pengakuan saya, kalau favorit saya ikan mackerel, bukan tuna atau salmon seperti orang kebanyakan. Bukan kenapa-kenapa, beliau heran karena ikan mackerel itu kan yang paling fishy atau amis, kalau dibandingkan dengan jenis ikan yang lain, apalagi itu kali pertama saya makan sashimi. Ayah saya lalu memesan lagi satu set sashimi, tapi ternyata setengahnya untuk saya. hehehehehe.. you know guys, itu adalah rekor makan malam saya dengan menu sushi dan sashimi terenak dan terbanyak!
*)Sashimi, ki-ka: salmon, mackerel, tuna. Yang tengah atas n bawah itu saya lupa namanya ikan apaan.
Besok dan besoknya lagi, selama empat hari di Bangkok, setiap harus makan di resto Jepang, sashimi tak pernah ‘absen’ jadi menu wajib yang saya pesan. Next time, kalau ada yang traktir Japanese food lagi, mau deh saya dibelikan sashimi lagi. Hehehehe…
0 komentar