Disaat saya selalu merasa malas dan mengantuk dalam bekerja, setiap kali saya merasa waktu lima menit berjalan begitu lambat seperti seharian, dan di saat saya merasa bosan luar biasa, saat itulah saya merasa perlu jalan-jalan.
Saya sangat bersyukur karena hotel dimana saya bekerja memberikan libur 2 hari per minggu (belum termasuk annual leave dan hari libur nasional), yang memberikan saya waktu cukup banyak untuk bisa mengisi waktu libur saya dengan jalan-jalan dan refreshing. Jadilah, waktu libur bagi saya adalah penyelamat jiwa dan raga saya dari rutinitas dan stress di tempat kerja. Lebih beruntung lagi, section department saya memiliki seorang SPV leader yang sangat murah hati memberikan kelonggaran untuk kami-staffnya me-request kapan kami akan mengambil cuti/libur, meskipun tak ada jaminan 100% dikabulkan, setidaknya kami bisa berharap dengan melihat situasi dan kondisi hotel saat itu—apakah sedang weekend dimana adalah hari-hari teramai selama seminggu di hotel, apakah sedang musim liburan sekolah, atau sedang ada hari libur nasional. Dan itulah yang menyebalkan—karena bekerja di hotel artinya tidak bisa libur di saat orang lain libur—menyedihkan memang.
Dan bicara mengenai liburan, saya merasa sangat perlu cerita tentang tujuan liburan favorit saya—Malang.
Jujur saja, kota Malang menjadi tujuan favorit saya dalam berlibur karena 3 hal; berhawa dingin, dekat dengan Surabaya, dan makanannya melimpah dan murah. Selain alasan tambahan karena nenek saya tinggal di sana, atau Harajuku yang kebetulan juga tinggal disana karena harus menuntut ilmu di UNIBRAW, bagi saya Malang adalah kota paling ideal yang tak pernah saya bosan mengunjunginya.
Bekerja selama 5 hari seminngu dan stress berat di Surabaya, bisa disembuhkan selama 2 hari di Malang. Dan ada banyak sekali cara untuk menikmatinya. Kalau saya, palingan menyiapkan budget paling banyak Rp.50,000 sekali jalan untuk berwisata kuliner di seluruh penjuru kota Malang. Favorit saya adalah daerah sekitar Batu dan Songgoriti dan daerah sekitar kampus—jalan Gajayana dan sekitarnya. Hanya dengan modal Rp. 50,000 tersebut, saya sudah sangat puas mencicipi berbagai macam makanan yang sangat jarang saya temukan di Surabaya, seperti rendang Malangan, penyetan jamur dan berbagai masakan rumahan yang banyak saya temui di warung-warung tanpa nama di gang- gang kecil yang umplek-umplekan dengan kosan mahasiswa. Harganya seragam, berkisar antara 4-5ribuanper porsi. Kalau mau lebih murah dan enak, saya biasanya makan di gang Kerto Pamuji (masih di sekitar Jalan Gajayana) dan memesan penyetan jamur, indomie goreng, teh hangat, dan pisang hijau dengan membayar hanya 6ribu! Dan biasanya setelahnya saya sudah tak kuat makan-makan lagi karena sudah terlalu kekenyangan. Lucunya, di Malang juga dengan mudah ditemukan berbagai masakan khas dari seluruh Nusantara selain masakan padang (yang memang dengan sangat gampang ditemukan dimana-mana) tentunya, contohnya menu es pisang ijo dan cotto Makassar yang memang asli dari Makassar (dan rasanya original lho, karena juru masaknya dengar-dengar adalah seorang daeng dari daerah asalnya), karedok, mie kocok, dan asinan yang konon dari Jawa Barat, gudeg dari Jogja, hingga masakan Bali seperti lawar hingga babi guling!
Kalau sedang tidak ingin makan makanan yang berat-berat, saya seringnya jajan jajanan yang banyak dijual orang di pinggir jalan dengan pilihan menu yang sangat bervariasi, mulai dari pentol dan cilok (dengan saus kacang, kecap, saos tomat, dan sambal yang selalu bikin saya ketagihan), empek-empek (aslinya memang dari Palembang tapi dengan sangat mudah bisa ditemukan di sini dengan harga antara Rp. 1.000 – Rp. 1.250 per buahnya), roti goreng berbagai bentuk, aneka gorengan seperti tahu petis, pisang molen, onde-onde, hingga pohong keju. Kalau beruntung bisa juga bertemu dengan penjual kerak telor, rangin, dan kue cucur. Kangen jajanan tradisional yang benar-benar kuno seperti ketan bubuk kedelai? (bukan ketan durian loh..) silahkan jalan- jalan di sekitar Suhat (Soekarno-Hatta) di atas jam 7malam! Atau kangen dengan cenil, lupis dan kicak? Roti kukus? Pisang kipas? Atau leker? Atau.. pernah dengar Roti canai? Roti maryam? Bakpau telo? Siapkan motor dengan bensin yang cukup dan bersiaplah jalan-jalan di seantero jalan Gajayana mulai jam 10 pagi hinggan jam 9 malam dan anda akan mudah menemukan jajanan yang anda inginkan!
Mungkin karena berada di daerah yang lebih banyak mahasiswa ketimbang penduduk lokalnya, warung-warung dan stan penjual makanan hingga gerobak pun disulap sedemikian menarik dengan gambar-gambar unik dan cat warna warni, bahkan kadang-kadang dengan nama dan logo yang unik untuk menarik pembeli (yang rata-rata mahasiswa). Seperti Yoguchi (ini sih franchise lokal jualan yogurt rasa buah), es kutub (saya juga bingung kenapa dinamakan es kutub padahal fisiknya mirip dengan es oyen), nasi goreng arang (promosinya sih tanpa minyak dan rendah kolesterol), atau bakso hidayah (saya berfikir setelah mengkonsumsi bakso ini orang akan mendapatkan hidayah). Yang lucu, ada sebuah kedai makan untuk mahasiswa yang letaknya di depan kampus Univ Muhammadiyah Malang, namanya kedai Assalamualaikum. Sorenya, saya kebetulan jalan-jalan di jalan Gajayana dan mampir di kedai Wa’alaikum salam. Saya yang tertawa terpingkal-pingkal saat itu berfikir, apa pemilik kedua kedai makan ini dulunya kenalan lalu bersaudara sehingga nama kedainya menjadi seperti itu. Namun, sampai sekarang saya belum menemukan jawabannya.
Malam hari, bukan berarti tak bisa wisata kulineran lagi. Jujur saya bosan karena menu makan malam hampir semuanya seragam; kalau bukan nasi goreng dan sejenisnya, ya.. aneka penyetan ayam, bebek, seafood dan sejenisnya. Sayapun cari alternative lain. Saya paling betah nongkrong berjam-jam di café-café pinggir jalan yang hanya buka malam hari di sekitar jalan Dinoyo atau Suhat. Meskipun kopi yang disediakan hanya kopi sachet pasaran semacam Nescafe atau Indocafe, namun snack yang ditawarkan cukup beragam, enak dan penampilannya menarik. Sebut saja roti bakar, pisang bakar keju atau cokelat, atau roti panggang keju. Ditata di piring plastic warna putih dengan hiasan keju, strawberry segar dan susu kental manis coklat, rasanya sudah cantik meskipun cutleriesnya (berupa dessert fork) masih kaki lima banget. Dengan harga 6 ribu per porsi, saya bisa menikmati pisang bakar keju lezat sambil menggoda mas-mas mahasiswa (yang tentunya brondong abis) yang sedang belajar jadi entrepreneur ini. Hehehe… meskipun terkesan ecek-ecek, bagi saya pribadi menghabiskan waktu di café pinggir jalan sambil ngopi- sambil makan pisang bakar- sambil main poker dengan teman-teman-sambil menggoda mas-mas brondong mahasiswa korban study entrepreneurship ini jauh lebih menyenangkan dari pada ke cafe mahal-minum-dance-mabuk dan uang habis (apalagi, café semacam ini sulit ditemukan di Surabaya. Palingan di jembatan Merr—itupun tidak sebagus dan selengkap yang di Malang). Yang lebih asyik, meskipun kaki lima dan tempatnya pun numpang di teras-teras toko yang sudah tutup, café berondong ini dilengkapi dengan free wifi dan colokan listrik, jadi bisa internetan sambil ngopi sampai pagi, juga dilengkapi dengan TV layar lebar –yang biasanya hanya dilirik jika ada pertandingan bola. Saya pernah bela-belain nongkrong di café ini jam 5 sore padahal tiger cup final Indonesia vs Malaysia baru dimulai jam 8! Dan memang seru!
Kalau mulai kepanasan di Malang, biasanya saya langsung tancap gas ke Batu, bukit panorama dan Songgoriti. Selain hanya iseng jalan-jalan naik motor sambil menikmati pemandangannya yang indah, wisata kuliner yang wajib dan tak mungkin saya lewatkan adalah bersantai di wisata payung dan menikmati jagung bakar dan lagi-lagi; kopi sachetan. Menu andalannya sebenarnya adalah sate kelinci dan degan bakar. Tapi terus terang saya belum pernah mencoba keduanya. Meskipun nyaman, namun harga makanan disini 2 kali lipat harga makanan di Malang. Selain itu, banyaknya pengamen di lokasi ini seringnya membuat saya gerah. Baru juga saya menyeruput kopi susu yang saya pesan, sudah ada 3 pengamen berbeda yang mendatangi saya. Pengamen disini juga aneh, jadi kalau dalam 1 kedai ada 8 meja dan semuanya terisi, maka dia akan menyanyi berurutan di 8 kursi. Yang nyebelin, itu pengamen gak mau pergi kalo belum dikasih duit. Ampun deh! Pas saya keluar dari kedai, saya hitung-hitung saya menghabiskan 8ribu untuk 8 orang pengamen, padahal dengan uang segitu kan, saya bisa makan minum kenyang dan enak di gajayana, hiks! Triknya, kalau mau ke sana lagi, biasanya saya bawa koin pecahan seratus rupiah sebanyak- banyaknya. Total 10 pengamen yang datang, saya kasih semuanya 100 rupiah per orang. Hehehehe… Sekali-kali pelit boleh dong…
Kegiatan lain yang rutin saya lakukan selain wisata kulineran adalah ngenet sampai laptop saya teriak-teriak kepanasan. Tempat favorit saya adalah kampus Unibraw. Lokasinya yang nyaman dan aman, serta kaya akan signal hotspot (dengan speed yang bisa diandalkan) hampir di semua area, menjadikan saya betah ngenet berjam-jam. Dulu sih, tanpa ada site pengaman. Tapi sekarang, untuk menggunakan wifi-nya sudah di proteksi dengan login menggunakan NIm (nomor Id mahasiswa). Saya sih gampang, biasanya saya tinggal pakai nomor ID harajuku, sedangkan Harajuku nodong punya temannya. Saya akui saya memang cheapshit. Hehehe…
Kalau kegiatan kulineran dan ngenet saya sudah bosan, sayapun “lari” ke hobby lama saya membaca buku. Biasanya sih, ke Gramedia atau Toko Buku Togamas. kalau sedang kaya raya (baca: abis gajian) saya membeli beberapa buku dari author favorit saya yang saya inginkan sejak lama. Kalau uang lagi cekak, saya biasanya kabur seharian ke perpustakaan umum di pusat kota Malang dan seharian membaca buku incaran yang harganya mahal tak terbeli oleh saya. Karena KTP saya luar kota, saya tak diberikan fasilitas pinjam, yang artinya mau tak mau saya harus baca buku di tempat. Meskipun ngoyo dan kadang mata saya sampai sakit karena kelamaan membaca, saya puas dan tak pernah bosan. Terlebih situasi perpustakaan yang bersih dan staff yang ramah, membuat saya makin betah. Tak heran jika perpustakaan favorit saya ini dinobatkan sebagai perpustakaan terbaik di Indonesia tahun 2010!
Musim hujan, disaat saya paling malas keluar rumah, biasanya saya keluar sebentar untuk menyewa DVD di Supernova dan membeli cemilan di alfamart, lalu nonton sambil selimutan kedinginan sambil ngemil. Nikmat! Yang asyik, harga sewanya buat saya sangat terjangkau. Hanya Rp. 10.000/ 5 film untuk 5 hari! Jauh lebih murah jika dibandingkan dengan di Surabaya yang harganya Rp. 5.000/ film. Dengan budget Rp. 10.000, sayapun puas mengublek-ublek seluruh film yang ada dan menghabiskan waktu seharian nonton 5 film. Puas!
Kalau malas sekali dan ingin istirahat total, saya kira ke Malang juga pilihan tepat. Saya bisa hibernasi seharian tanpa AC atau kipas angin, karena udaranya yang dingin mengusir gerah membuat orang mudah mengantuk. Kalaupun tidak ingin tidur, hanya rebahan sambil mendengarkan music atau menonton TV seharian.
Ah, sewaktu menulis ini, saya jadi ingin sekali ke Malang.
2 komentar
hhhmmm...
ReplyDeleteke Malangnya sih enak ya mbak...
hanya saja perjalanannya yang lewat Porong itu yang bikin jengkel karena macetnya gak ketulungan. apalagi naik motor siang bolong??? Ampun deh!
hahahaha...
ReplyDeleteiya sih perjalanannya kalau dari Surabaya memang perlu sedikit 'pengorbanan'...
kabar baiknya, sekarang sudah dibuka jalan tol Porong baru yang terus terang sampai sekarang saya belum tau lokasi persisnya karena gak lewat sana. lalu lintas dari dan ke Surabaya sekarang ini sudah jauh lebih baik ko pada saat melewati Porong.
gak ada alasan buat gak ke Malang deh buat saya!